Maukah Kau jadi Kekasihku?

Pertanyaanku adalah maukah engkau
menjadi kekasihku sehari ini?

Sebab, aku butuh kekasih
yang mau menemaniku merobek tirai siang
lalu menerobos ke ruang senja nanti.

Disana, sambil menatap langit jingga merah,
akan kunyanyikan lagu dengan melodi
dari harpa jiwaku,

sebab, aku tahu jiwaku adalah
tempat lahir cinta dan keindahan
yang kuberikan padamu

Tentang Sebuah Kehilangan

Nyanyian Yasin melantun indah;
di beranda hatimu senja ini, sayang;sedang,
keranda duka yang sunyi
Tersipu menatap jasad rindumu yang terkapar;
Seolah sedia membawamu, kekasih;

Pun, tlah tercium harum kamboja, sayang;
Dari sebuah pusara hati
Yang meradang;
Sungguh, kehilangan tak memberi ruang untukku
Menari bersama hujan;

Antara Mimpi, Harapan, dan Realita

ilustrasi / google
Apakah kamu pernah melihat dirimu menangis di antara bara api yang mengelilingimu? Ataukah pernahkah kamu melihat dirimu terbawa arus sungai yang deras? Ataukah kamu pernah melihat dirimu berjumpa dengan seseorang yang telah lama menghilang dari kehidupanmu sejak bertahun-tahun lalu? Lalu kamu terbangun dengan perasaan yang entah gelisah, riang, bahkan bahagia yang tak terkirakan lagi seolah apa yang menjadi mimpimu adalah harapan yang bakal mewujud realita? yah, nikmatilah mimpi-mimpimu itu sebab mimpimu bisa membawamu menuju realita yang penuh harapan.

Antara mimpi, harapan, dan realita
Mimpi? Aku pernah bermimpi diriku mati dan disimpan dalam keranda lalu dimasukkan ke dalam kuburan. begitu banyak orang-orang terdekatku yang menangis bahkankulihat ada yang pingsan karena kepergianku. Ah, begitu kehilanganyakah mereka padaku? Lalu, aku terbangun dengan perasaan  yang sungguh gelisah dan berharap semua itu hanya mimpi yang takkan menjadi realita secepatnya. sebab, masih banyak hal yang harus kutuntaskan. Ah, kau merasa Tuhan tidak peduli padamu.

Cinta Panta Rei

[1]
“aku menunggu seseorang ketika hari senja
sampai datang padaku gelap dan
meyakinkannya tiada 

Kamu tahu dear, ini sungguh tak adil bagiku. Tapi perkara perasaan tak pernah bisa kupaksakan. Toh, kau menyayanginya, seperti katamu, lalu aku bisa apa? Aku menyayangimu.Aku mencintaimu. Itu saja. Tak perlu berurai kalimat dalam paragraf-paragraf yang panjang. Sebab mencintai tak perlu ada alasan. Bila kelak pun Tuhan mencatatkanmu sebagai jodohku, itu adalah kesyukuran Ilahi yang tak bisa menggantikan apapun. Namun, bila kelak membalikkanmu menjadikan kamu sebagai teman saja, itu tak akan kusesalkan, dear, sebab aku tahu Tuhan memiliki rahasia besar di balik semua ini. Masih sangat jelas di ingatanku dear, ketika kutanyakan tentangnya dan kamu. Dan, itulah akhir komunikasi di antara kita.
“Apakah kamu sayang padanya?” kudengar suaramu mendesah. Nafasmu terdengar berat. Tapi aku tahu kamu. Tak akan bisa berbohong jika itu perihal perasaan dan hati.
“iya.” Jawabmu singkat. Malam bergemuruh begitu keras. Kutarik nafasku begitu dalam. Serupa belati menikamku begitu tajam. Perih. Nganga. tak bergeming. Diam.

April, Aku Mencintaimu

1 April 2011.

April menertawaiku. April Mencemoohku. April berjingkrak-jingkrak. Lalu, tersungkur di lantai begitu keras. April. Aku ingin membencimu, Oh Tidak, aku ingin mencintaimu saja.

April kembali tertawa. Ini April yang kedua.  April yang seharusnya membawakanku sandwich  dan Es krim kesukaanku. Ah, sudahlah, ini April yang tak kuinginkan lagi. Tidak, aku harus mencintai April, sebab, April menjanjikanku kisah baru, kisah yang kunanti-nanti sejak April pertama telah berlalu begitu kejam.

Maret berlalu. Maret pernah meregang. Maret pernah menegang. Maret pernah menangis. Maret pernah terjatuh. LAlu, tangan April memegang tangannya, menghapus tangisnya, dan meraihnya untuk bangkit. Yeah, aku mencintai April, meski Maret benar-benar kejam. Maret pernah memberiku harapan untuk bersiap menghadapi April. April MOP. tapi, Maret salah sasaran. Tak ada April Mop. Tak ada April Mop. Tak ada April Mop.

Nasehat Cinta Untukmu

[1]

Sungguh lebay dan lemah dirimu lelaki.Bahkan kau pun tak pantas dijuluki lelaki,ketika kau melihat kekasihmu menikah atau meninggalkanmu,dan kau memilih bersembunyi di balik tirai dunia, bahkan menyayat-nyayat logikamu dan perasaanmu.

Tidakkah kau ingat Tuhanmu? Keluargamu? Dan sahabat-sahabatmu yang masih mengulurkan tangannya untuk kau raih dan berjalan bersama?

[2]

Ketahuilah wahai para wanita bahwa kemenangan atas pria brengsek, ketika dia menyakitimu dan melihatmu menangisinya atau kau terlihat rapuh. Tetapi. Kekalahan besar baginya, ketika dia melukaimu/mempermainkanmu dan melihatmu masih tersenyum dengan lebar,tertawa lepas dan tak memperlihatkan mata sembabmu di hadapnya.

[3]

Jika kelak, banyak wanita bunuh diri karna terkhianati pria, maka jangan salahkan cinta. Jika kelak, banyak wanita punya anak tanpa bapak, maka jangan salahkan cinta juga. Jika kelak banyak wanita ke rumah sakit jiwa karna terkhianati juga, maka tolong jangan salahkan cinta.

Sebab cinta tak bersalah. Pelaku cintalah yang menyalahgunakan cinta. Menjual cinta atas nafsu yang tak terkalahkan dalam dirinya. Ketahuilah, cinta yang benar, Jika kekasihmu tak menginginkan tubuhmu.

Renungan untuk Pria Cuek


Written by Rianty Tayu Syafna

Sekadar melanjutkan tulisan sebelumnya tentang warning for Ladies bagi yang memiliki pacar cuek. Kali ini, saya akan menulis beberapa hal yang harus direnungkan oleh cowok cuek terhadap Ladiesnya yang sudah bersabar menghadapi sikapnya. Sebelum kamu benar-benar kehilangannya nanti, sebaiknya memperhatikan beberapa hal berikut ini.

*      Sensitif. Kata ini seolah menjadi hantu bagi pria. Mereka menganggap bahwa pria itu tak perlu sensitif, sebab itu ‘kata’ milik kaum hawa. Padahal, jika pria memahami bahwa selama dia masih berstatus sebagai mahkluk bernama’manusia’ maka kesensitifan dalam dirinya akan tetap selalu ada. Hanya terkadang tertutupi oleh sesuatu yang berlabel ego. Menurut wolipop.com (2010) bahwa “Ego seorang pria terkadang sangat tinggi. Ego inilah yang membuat mereka tidak sensitif.Mereka menghindar dari sifat sensitif karena takut terlihat lemah. Bila terlihat lemah, ia akan diejek dan dicela oleh teman atau

Attumate


[1] Entah kau-aku; ada yang terasa hilang
Melenyap dalam kawanan kabut di malam itu


[Didedikasikan untuk Alm. Syahrir daeng Nalla]

            “Sudahlah, ammak, ritual attumate itu membutuhkan  biaya banyak. Darimana kita memperoleh uang sebanyak itu dalam sekejap? Apakah kita harus berutang? Bukankah, daeng Nalla’ku juga sudah dikuburkan? Cukuplah kita mengundang tetangga-tetangga saja datang ke rumah untuk mengaji dan mendoakannnya, insya Allah, daeng Nalla juga sudah ikhlas kok.”
Ini perdebatan yang berulang dengan mamaku dan entah sudah berapa kali aku pun tak ingat sejak kematian Almarhum kakakku tiga hari lalu. Tragis. Yah, itulah kata yang patut kugambarkan untuk kematiannya yang mendadak. Aku masih ingat. Suatu siang di terminal di Surabaya. Handphone ku berbunyi.
            ‘Ndi’ tayu, bajik-bajik jaki? Nontonka berita tadi pagi kalo salah satu kereta tujuan Surabaya telah terperosok ke jurang. Bukanji kereta yang kau tumpangi toh?” Begitulah pertanyaannya dengan nada kekahawatiran begitu tinggi dan logat Makassarnya yang khas.

Perempuan itu Bernama Melani: Elegi Cinta yang Merapuh



Kepada lelakiku, Kusajakkan kau kali ini dalam kata yang tak begitu indah;
Di barisan rindu yang tak lagi terurai;
sebab di ketika itu, Kau akan meminang jiwa kekasihmu; sementara nyanyian jiwaku meredup di kawanan riang yang sepi malam ini.

Tak ada seorang pun perempuan yang pernah dan menginginkan dirinya hidup dalam sepi yang menggigit. Kala malam memeluk, sungguh pelukanmulah yang diharapkannya. Kala dingin menyapa, sungguh selimut ragamulah yang diinginkannya. Kala matanya menderaskan hujan yang perih, sungguh, tissue telapakmulah yang ingin menyapunya. Kala bibirnya menggulirkan riang yang riuh, sungguh, hanya bibirmulah yang diinginkan mendiamkannya. Lalu, kau di mana lelaki yang bersedia mempersuntingnya? Semisal perempuanmu tersesat di gurun sepi yang memilukan, maukah kau menjadi oase baginya? Semisal perempuanmu terjatuh ke lubang jurang yang dalam, maukah kau menjadi tangga yang menjulurkannya ke atas? Semisal perempuanmu terdampar di tepian samudra yang garang, maukah kau menjadi nelayan yang meminggirkannya ke hatimu? Sungguh, perempuan itu hanya ingin kau cintai, lelaki, bukan menjadi pemuas nafsumu yang kau telantarkan di piring kotormu. Sungguh, perempuan itu hanya ingin mengecap manisnya madu kasihmu, bukan menjadi leliar empedu di selangkanganmu. Perempuan itu, hanya ingin kau mengerti saja. Kamu tahukan syair lagu Doni Ada Band? Yah, perempuan itu hanya minta itu. Tak lebih.

Ini Puisi Milik Siapa Pak Presiden?



Ini puisi milik siapa?
Yang tersiar di alun-alun kota
Jajakan kerupuk mental yang memental
Di pangkuan malam yang meluka

Menelanjangi fiksi dengan imajinasi


            Ada fakta yang menarik dibahas sejak beberapa hari yang lalu. Event besar dalam dunia per-fiksi-an di kompasiana, selain hari fiksi kompasiana yang pernah digelar. Nama event itu adalah ajang festival fiksi kolaborasi-kompasiana yang berlangsung tanggal 18 maret 2011 mulai pukul 20.00 wib hingga 19 maret 2011. Mengapa saya katakan menarik? Sebab, ini kali pertama saya mengikuti event seperti ini, unik dan fantastik. Setiap peserta diharuskan berkolaborasi dengan yang lainnya baik satu orang maupun lebih dalam ajang tersebut. Euphoria itu berakhir kini. Tetapi, semangat pesertanya tak luntur sedikitpun, bahkan mereka sangat mengharapkan event ini bisa berulang lagi nanti. Sebab, kemesraan tiap peserta yang hanya ber’cinta’ di dunia maya terlihat menggemaskan, mulai dari peserta yang jatuh cinta pada pandangan pertama atau yang sudah berulang kali bersua dan bercengkerama di beranda dunia maya, baik di kompasiana atau di fesbuk. Semoga.

Balada Siasia: Pendekar Cinta


matahari hilang. rembulan menyia-sia. malu. malam apa ini?
lalu, gerimis menyanyikan luka malam yang ruah


tujuh purnama. menebas. musuh hilang nyawa. tujuh purnama. ia mencari lirih sayup cinta 
ah, kaukah yang tersenggol rindu menukik?


Penantian pendekar pedang naga, sebuah pertarungan ujung nyawa
bertemu musuh di seberang sana, kedua pedang pecah cahaya

Lelaki sunyi



Selain kematian, tak ada hal yang memilukan ketika rindumu tak terhantar lagi kepadanya. Setiap tetesan bening yang mengalir kadang menjadi pilu yang menyayat rongga dadamu. Lalu, di mana kurengkuh hatimu lagi jika yang terhampar di hadapku hanyalah wajah nisan yang hitam? Tahukah kamu? Seberapa kuat aku menahan gejolak tak ingin merindumu lagi, sekuat itu pula angan tentangmu yang lalu merayuku. Lalu, beginikah rupanya Sunyi? Sunyi yang Garang.


Perempuanku, Beginikah rupanya sepi?
Seperti semua mata menatapmu garang;


          Bulan tersungkur jatuh ke pangkuanku saat langit menderaskan airmata perihnya. Sedang malam mengerut. Mengabur. Mengubur sisa kenangan yang tersiar di jejak hujan. Kaukah Diandra Mayesha Putri Karaeng Bulaeng? Yang ingin kupinang dalam riak hati yang gemuruh. Yang ingin kucium di bawah temaram purnama yang menggeliat. Lalu, hujan begitu saja menghapus jejakmu. Ah, aku tak sanggup Ndi’. Aku lebih ingin membiarkan tubuhku tercabik-cabik oleh badik Kaengmu dibanding harus melihat mata beningmu mengucurkan airmata. Tapi, maukah kupinta satu hal kepadamu Ndi’? Jika kelak ku benar-benar tiada karena mempertahankan cintaku untukmu, maka makamkan aku di belakang rumahmu saja, agar kau leluasa mengunjungiku, menabur bunga rindu untukku.

Kau Dimana; Jangan Kembali Padaku


kau dimana? saat lukaku memerih di altar sunyi.
Kau dimana? saat rinduku ingin menemuimu
tergeletak di atas kubangan lumpur~pun kau tak pungut
Kau dimana~saat hatiku sungguh letih menghitung tiap derap langkah kisah yang tak usai pada ujungnya.

Kau dimana? saat kueksekusikan pemilik cinta tak mencintaiku.

ahh; mana kau tahu
Sebab, hatimu buta kini,
Tersesat di keriuhan cinta yang kaupuja

Kepada Lelaki bermata Sendu

Kepada lelakiku
Kusajakkan kau kali ini
Dalam kata yang tak begitu indah;
Dibarisan rindu yang tak lagi terurai;sebab
Diketika itu,
Kau akan meminang jiwa kekasihmu
sementara nyanyian jiwaku meredup
Dikawanan riang yang sepi malam ini.